
Yogyakarta, Alumniuny.id–Investasi harus membuka peluang kerja bagi pihak lain. Seorang pengusaha perlu memiliki niatan untuk berbagi kepada sesama.
Demikian disampaikan Ketua Yayasan Sasmita Jaya, Dr. (HC). Darsono, pada seminar “Entrepreneur Sukses di Usia Muda” yang digelar DPP IKA UNY bekerja sama dengan Kemahasiswaan UNY, Rabu (28/9).
Alumni FE UNY ini mencontohkan, Kampus Universitas Pamulang yang didirikannya hanya menarik SPP dua ratus ribu per bulan tanpa uang gedung. Jika dihitung secara ekonomi, itu tidak cukup. Akan tetapi, dengan niatan berbagi, universitas tersebut berkembang pesat dengan mahasiswa aktif mencapai 82.000 orang. Walaupun tanpa uang gedung, ternyata kampusnya selalu bisa membangun gedung baru.
Universitas Pamulang tidak hanya memfasilitasi anak muda untuk kuliah, tetapi juga membuka lapangan kerja bagi masyarakat luas. Kesempatan kerja ini tidak hanya bagi mereka yang terkait langsung, tetapi juga masyarakat sekitar. Keberadaan kampus telah melahirkan warung makan, pengusaha kos, ojek online, dan banyak lagi yang lain.
Dengan prinsip berbagi dan memberi manfaat bagi masyarakat luas tersebut, usaha yang dimiliki Darsono berkembang ke berbagai bidang, mulai properti, pertanian, makanan hingga perbankan. Di antara usaha tersebut, bahkan bisa meraup untung hingga 2000 persen.
Untuk mengikuti jejaknya, calon pengusaha atau mereka yang sedang merintis karier disarankan untuk tidak hanya fokus untuk memperoleh pendapatan yang besar, tetapi juga fokus pada bagaimana mengelola pendapatan. Hal berikutnya yang tidak kalah penting adalah menabung. Sebab, menurutnya manusia memiliki keterbasan umur.
Dalam menabung ini, Darsono menyarankan untuk lebih kepada hal-hal produktif. Dengan kata lain, menabung dalam bentuk investasi. Dalam investasi ini, Darsono kembali menyarankan untuk hal-hal yang memberi manfaat bagi masyarakat banyak.
Jika Darsono banyak berbagi dengan kisah suksesnya, narasumber berikutnya, Hendri Hariyanto, S.Pd., banyak berbagi tips membangun startup. Salah satu kuncinya adalah berkolaborasi.
Pemilik bisnis kuliner Mr. Teto ini menyampaikan, dengan kolaborasi, yang tidak punya produk bisa bekerja sama dengan yang punya produk, yang tidak punya biaya bisa bekerja sama dengan pemilik modal. Hendri yang juga merupakan alumni FE UNY tersebut mengaku juga bekerja sama dengan pemilik modal dalam membangun Mr. Teto.
Hendri juga berbagi tentang alasannya lebih senang menjadi pengusaha dibandingkan pegawai. Menurutnya, seorang pengusaha memiliki kebebasan waktu, bermanfaat bagi orang lain, beribadah lebih tenang, dan Hendri yakin 9 dari 10 pintu rezeki itu ada di bidang perdagangan atau investasi.
Tentang bagaimana langkah menjadi pengusaha, Hendri menyarankan untuk diawali dengan meluruskan niat. Terkait niat ini, menurutnya bukan hanya sekadar mencari rezeki, tetapi juga bercita-cita untuk semakin dekat dengan pemberi rezeki itu sendiri.
Langkah kedua adalah membangun impian. Seorang pengusaha tidak selamanya berhasil, ada kalanya mengalami penurunan bahkan kerugian. Jika terjadi seperti ini, impianlah yang dapat membakar kembali semangat. Hendri mencontohkan, jika dalam 10 tahun baru bisa membangun dua cabang, tetaplah bermimpi untuk memiliki cabang-cabang berikutnya.
Selanjutnya (ketiga) yang menjadi senjata utama seorang pengusaha adalah doa. Doa ini tidak hanya langsung kepada Tuhan, melainkan juga perlu meminta rida kedua orang tua. Perlu dibicarakan kepada kedua orang tua tentang rencana-rencana yang akan dijalankan. Jika terjadi beda pendapat dengan orang tua, usahakan dibicarakan dengan baik.
Hendri mengaku bahwa dirinya dituntut orang tuanya menjadi PNS. Tetapi, dia berusaha meyakinkan orang tuanya bahwa pilihan menjadi pengusaha tidak kalah mulianya dengan menjadi PNS. Secara perlahan kedua orang tuanya pun bisa menerima pilihan kariernya.
Bagi yang beragama Islam, Hendri menyarankan untuk rajin melaksanakan salat sunah. Di perusahannya, salat sunah ini juga diberlakukan bagi karyawan. Akan tetapi, waktu yang diberikan secukupnya, agar tidak menggangu produktivitas kerja karyawan.
Menurut Hendri, usaha itu kadang laris kadang tidak. Dengan spiritual yang kuat, pengusaha tidak mudah putus asa.
Hal terpenting adalah kelima, yaitu memulai. Ketika sudah memulai, pengusaha bisa merasakan bagaimana mendapatkan pelanggan pertama, kedua, ketiga, dan seterusnya. Adanya fase-fase tersebut terjadi karena aksi yang dilakukan.
Jika sudah memulai, dilanjutkan dengan membangun brand. Jika belum memiliki produk atau brand sendiri, bisa dimulai dengan menjual produk orang lain. Jika mengambil langkah ini, berarti yang dilakukan adalah membangun brand toko.
Pengusaha muda asal Madura itu juga bercerita bagaimana dia mendirikan Mr. Teto. Umumnya, sate madura selalu dijual di kaki lima, belum ada yang mebangun resto. Dari sinilah, Hendri memiliki ide membangun resto sate madura. Kemajuan teknologi saat ini, membuatnya juga berpikir untuk juga memasarkan produknya secara online.
Kendati belum lama dikembangkan, sudah cukup banyak pengalaman yang dilaluinya, mulai permasalahan modal, kerja sama, masalah lokasi, dan sebagianya. Terkait lokasi ini, dirinya bahkan pernah membuka dua resto sekaligus di Madura dan ternyata harus tutup karena tidak laku.
Hendri menyampaikan, masalah tersebut wajar dihadapi seorang pengusaha. Bahkan, masalahnya tidak sekadar dalam mencari lokasi, bisa jadi tidak laku, bingung menentukan harga jual, belum memiliki tim yang andal, kekurangan modal, ilmu bisnis yang masih kurang hingga tidak memiliki mentor.
Pemateri ketiga yang dihadirkan panitia pada seminar yang digelar di Gedung IKA UNY tersebut adalah Saniman, M.M., Plt Branch Manager Bank BTN Yogyakarta. Saninam berbagi bagaimana peluang mengakses dana dari bank. Bagi UMKM, khususnya mikro dan kecil bahkan bisa mendapatkan kredit usaha rakyat dengan bunga yang hanya 6 persen, jauh lebih rendah dari yang umumnya 10-11 persen.
Dalam sambutannya, Ketua DPP IKA UNY, Prof. Suyanto, Ph.D. menyampaikan bahwa seminar tersebut merupakan kesempatan belajar bagi mahasiswa dan alumni UNY. Untuk itu, peserta seminar diharapkan untuk melakukan setidaknya dua hal, yaitu listening dan noting. Dua hal inilah yang menjadi kunci sukses orang-orang di Amerika Serikat.
Untuk menjadi pengusaha, mahasiswa dan alumni dituntut untuk memiliki soft skill dan growth mindset. Seseorang yang memiliki soft skill akan tahu bagaimana menghadapi pewawancara, apa yang harus dijawab ketika ditanya perihal gaji.
Terkati growt mindset, ini hal yang harus dimiliki agar mahasiswa dan alumni dapat mengembangkan potensinya. Seorang dengan growth mindset tidak hanya mengandalkan tadkir, tetapi akan menghadapi kesulitan dan tantangan serta akan menerima kritik sebagai bahan evaluasi.
Guru besar Fakultas Ekonomi UNY ini menyampaikan, ke depannya akan banyak kegiatan seperti ini. Melalui forum seperti ini, bisnis alumni akan terekspos. Jika suskes, para alumni akan jadi brand ambassdor UNY. Untuk itu, para alumni yang sukses diharapkan untuk tidak menjadi kacang yang lupa akan kulitnya.
Seminar yang dipandu oleh Dr. Siswanto, M.Pd. tersebut dibuka oleh Rektor Universitas Negeri Yogyakarta, Prof. Dr. Sumaryanto, M.Kes., AIFO. Selain 150-an perserta, hadir pula para wakil rektor, dekan, dan unsur pimpinan lain. (*) Foto: Humas UNY