Dorong Alumni Berwirausaha DPP IKA UNY Hadirkan Pengusaha hingga Menparekraf 

Alumniuny.id–Ada lima hal yang harus dilakukan oleh alumni UNY untuk menjadi pengusaha. Kelima hal itu adalah (1) inovatif, kolaboratif, dan adaptif, (2) berani ambil risko, (3) menjaga relasi, (4) memiliki dan mengasah soft skills, serta memiliki prinsip 4AS.

Demikian disampaikan Menparekraf Dr. Sandiaga Uno, M.B.A., saat menjadi keynote speaker pada seminar kewirausahaan DPP IKA UNY, Selasa (10/5). Adapun prinsip 4AS adalah kerja keras, cerdas, tuntas, dan ikhlas.

Lebih lanjut, pengusaha muda Indonesia itu bercerita bahwa dirinya juga merintis dari bawah. Di usianya yang ke-28 Sandiaga bahkan menjadi pengangguran setelah di-PHK karena perusahaan tempatnya bekerja bangkrut akibat krisis moneter 1997.

Status pengangguran tidak membuatnya patah semangat, justru ini menjadi titik baliknya sehingga memilik usaha sendiri hingga memiliki 30.000 karyawan. Majalah Forbes menyebutkan, Sandiaga Uno menjadi orang terkaya ke-29 (2009) dan ke-37 (2011) Indonesia.

Kepada peserta yang hadir, Menparekraf mengingatkan bahwa dunia menghadapi sebuah ketidakpastian yang dikenal dengan istilah VUCA (volatility, uncertainty, complexity, dan ambiguity). Contoh nyata terlihat akibat pandemi, banyak sekali yang berubah. Untuk menghadapi hal ini, seseorang harus melakukan upskilling, reskilling, hingga new skilling.

Sandiaga berpesan kepada peserta yang hadir di Ballroom Gedung Alumni UNY itu, bahwa bisnis merupakan amanah. Artinya, usaha merupakan kepercayaan dan harus memberi kemaslahatan bagi masyarakat.

Narasumber, rektor, dan Ketua Umum DPP IKA UNY.
Narasumber bersama Rektor dan Pengurus DPP IKA UNY.

Belajar langsung kepada alumni

Dalam seminar bertajuk “membangkitkan wirausaha muda dari UNY untuk Indonesia” itu, DPP IKA UNY menghadirkan empat narasumber, yaitu pasangan Thaufik Mohammad dan Rizky Hadi Oktia Veni, pengusaha sekaligus fashion designer Nissa Khoirina, dan Ketua Umum HIPMI DIY. Sebagai moderator, Pipit Haryadi, seorang pengusaha mainan edukasi anak.

Dalam paparannya, Thaufik membagikan perjalanan bisnisnya yang dimulai dengan usaha dalam bidang fashion. Sayangnya, usaha yang sedang merangkak naik tersebut harus ditutup karena perusahaan rekanannya tidak mampu memenuhi target. Akhirnya Thaufik dan istrinya harus menghabiskan dana perusahaan sampai tabungan untuk mengembalikan uang konsumen yang terlanjur memesan.

Setelah usahanya bangkrut, Thaufik dan istrinya memutuskan untuk pindah ke New Zealand. Kehidupan pasangan Thaufik-Rizky tidak lantas mudah. Keduanya harus mengawali dengan tidur di masjid. Thaufik kemudian bekerja paruh waktu sambil kuliah, sementara Rizky harus bekerja full time.

Di tengah dinamika kariernya yang gonjang-ganjing itu, Thaufik dan istrinya berpikir keras untuk mengubah kehidupannya. Keduanya sudah memutuskan untuk tinggal dan berusaha di sana.

Thaufik yang bekerja sebagai cleaning service kemudian berpikir, bahwa bidang tersebut cukup menjanjikan. Pada 2019, berdirilah bisnis pertama mereka, sebagai perusahaan penyedia jasa cleaning servis. Usaha ini kemudian berkembang menjadi sebuah grup bisnis, lahirlah usaha penyedia tenaga kerja hingga kuliner.

Tentu saja, itu tidak dilalui dengan mudah. Sebagai owner perusahaan penyedia tenaga kerja, bahkan Thaufik dan Rizky harus siap menggantikan tenga kerjanya jika yang bersangkutan tidak masuk.

Dari pengalamannya, Thaufik menyampaikan, bahwa bekerja di luar negeri tidak mudah. Akan tetapi, ketika ada peluang, itu perlu diambil. Hal tersebut akan menjadi pengalaman sangat berguna. Nantinya bisa meneruskan bekerja atau berusaha di luar negeri, bisa juga kembali ke Indonesia membuka atau mengembangkan kembali bisnis yang sudah dimulai.

Sama dengan Thaufik dan Rizki, Nissa Khoirina juga punya cerita yang tidak kalah inspiratif. Dirinya berasal dari keluarga tidak mampu. Kuliah pun Nissa hanya mengendarai sepeda. Dirinya pun harus bolak-balik ke kantor dekan dan rektorat UNY untuk meminta keringan agar bisa membayar SPP dengan cara dicicil.

Menyadari kondisi ekonominya, Nissa pun memulai bisnisnya dari kamar kos. Tidak jauh-jauh dari jurusannya, tata busana, dia pun merintis usaha dalam bidang fashion. Tidak mudah, bahkan ruang usahanya harus berbagi dengan tempat tidurnya.

Nissa pun mengembangkan usahanya dengan melirik Instagram. Akan tetapi, kesuksesannya di Instagram tidak abadi, orang-orang kemudia pindah ke TikTok. Di medsos barunya ini, omsetnya tidak seperti Instagram. Di tiga bulan pertamanya, dia bahkan tidak mendapatkan transaksi sama sekali.

Kendati demikian, Nissa terus berjuang dan rutin live hingga satu demi satu pelanggan berdatangan. Berkat kegigihannya, followernya pun tumbuh hingga jutaan. Saat ini, dalam dua jam live Nissa sudah bisa mengantongi omset hingga ratusan juta. Dia pun mulai membangun gedung butik sendiri.

Dari pengalamannya itu, Nissa berkesimpulan bahwa berbisnis itu harus berjuang, tidak bisa langsung manis-manis. Hal pertama yang perlu dimiliki adalah niat. Jika sudah memiliki niat, jangan tolah-toleh. Selanjutnya, lakukan riset pasar, take action, dan manfaatkan teknologi.

Nissa menyarankan untuk tidak risau dengan modal. Tuhan akan memberi jalan. Menurutnya, usaha itu penting. Dengan usaha, bisa mengubah hidup, mengubah derajat keluarga, mengubah lingkungan, bahkan mengubah Indonesia.

Narasumber ketiga, Ketua 1 BPC HIPMI Kulon Progo, Riemas Ginong Pratiduna. Riemas hadir mewakili Ketua HIPMI DIY yang berhalangan.

Riemas menyarankan memulai bisnis bisa dengan prinsip ATM, yaitu amati, tiru, dan modifikasi. Bisnis sering kali tidak terencana, misalnya ketika Covid-19, orang-orang jualan masker, kita juga bisa jualan masker. Tidak masalah gonta-ganti bisnis, ini dalam rangka pencarian jati diri. Tidak mungkin semua yang rintis gagal semua, pasti ada yang “cuan”.

Komisaris PT Dyofa Putra Perdana itu mengingatkan, sebuah bisnis niscaya akan menghadapi goncangan, naik turun, cibiran, hingga kasus bisnis jatuh saat punya tanggungan pendanaan perbankan. Alam akan menyeleksi, siapa saja yang akan jalan atau eksis.

Dalam sambutannya, Ketua DPP IKA UNY, Prof. Suyanto, Ph.D., menyarankan untuk belajar kepada orang-orang gagal. Kemudian tugas calon pengusaha adalah untuk tidak menirunya. Selanjutnya mengamati orang-orang sukses, untuk ditiru apa yang mereka lakukan. Seorang calon pengusaha harus berani bermimpi, tetapi juga harus “bangun” untuk mewujdukan mimpinya.

Permasalahan yang sering dihadapi calon pengusaha adalah keterbatasan modal. Untuk itu, guru besar Fakultas Ekonomi UNY itu menyarankan untuk sharing. Menjadi pengusaha bukan berarti harus memiliki semua faktor produksi. Hal nyata terjadi di GoFood, aplikasi tersebut tidak memiliki restoran dan kendaraan. Tetapi, dia bisa menggunakannya. Pemilik restoran dan sepeda motor pun bersuka-cita untuk sharing.

Kepada alumni, Rektor UNY periode 1999-2007 itu berpesan untuk menjadi brand ambassador bagi UNY. Dalam program kerjanya, DPP IKA juga memiliki agenda memberdayakan alumni hingga masyarakat.

Seminar dibuka Prof. Dr. Sumaryanto, M.Kes., AIFO. Rektor sekaligus pengusaha properti ini memberika tips suksenya, sesuai prinsip dalam pertandingan olaharaga, yaitu jangan mengubah jika menang, ubahlah jika kalah. Orang yang bertanding jika menang pada ronde pertama, harus menang juga pada ronde kedua. Jika kalah pada ronde pertama, harus menang pada rondek kedua. (*)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *