Yogyakarta, Alumniuny.id–DPP IKA UNY sampaikan dua rekomendasi terkait draf RUU Sisdiknas. Kedua rekomendasi tersebut meliputi (1) prosedur pengajuan dan penetapan serta (2) substansi draf RUU Sisdiknas.
Rekomendasi ini berdasarkan hasil webinar nasional RUU Sisdiknas yang digelar DPP IKA UNY, Sabtu 24/9). Webinar yang mengangkat tema “RUU Sisdiknas: Apa yang Akan Diperjuangkan untuk Negara dan Bangsa?” itu menghadirkan Prof. Dr. Zainuddin Maliki (Anggota Komisi X DPR RI), Zainul Arifin Junaidi, M.B.A. (Keetua Himpunan Sekolah Islam Nusantara), dan Doni Koesoema, M.Ed. (pakar pendidikan karakter) sebagai narasumber. Berikut rincian rekomendasi yang disampaikan.
1. Rekomendasi Prosedural Pengajuan dan Penetapan RUU Sisdiknas
- Mengedepankan azas musyawarah untuk mufakat dalam menetapkan kebijakan strategis, khususnya yang berkaitan dengan hajat hidup orang banyak dengan dilandasi kegotong-royongan sehingga setiap elemen masyarakat memiliki persepsi positif yang sama terkait dibuatnya kebijakan RUU Sisdiknas ini.
- Perlunya meaningful participation, di mana seluruh stakeholders punya kesempatan untuk berdialog secara intens di ruang publik sehingga dapat bartisipasi dalam penyusunan UU, bukan hanya sekadar formalitas. Meaningful participation, artinya hak masyarakat untuk didengar, untuk dipertimbangkan, dan diberikan penjelasan dapat terpenuhi.
- Perlunya dibentuk Tim Panitia Kerja Nasional RUU Sisdiknas, sebagai bentuk transparansi dan pelibatan publik bermakna dalam mentransformasi pendidikan anak-anak bangsa.
- Perlunya konsistensi dalam mengikuti daur pembentukan perundangan, (UU Nomor 15 Tahun 2019 pasal 5) menentukan bahwa asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik adalah sebagai berikut: kejelasan tujuan, kelembagaan atau organ pembentuk yang tepat, kesesuaian antara jenis dan materi muatan, dapat dilaksanakan, kedayagunaan dan kehasilgunaan, kejelasan rumusan, dan keterbukaan.Terkait RUU Sisdiknas yang perlu dipersiapkan adalah: (1) Pembentukan Panitia Kerja Nasional, (2) Dibuatkannya Peta Jalan Pendidikan, dan baru kemudian, (3) Penyusunan Draft RUU Sisdiknas.
- Perlunya partisipasi stakeholders yang lebih komprehensif agar menghasilkan RUU Sisdiknas yang lebih sempurna dan meminimalisir potensi resistensi, karena belum mengakomodir kepentingan berbagai elemen yang ada di dalam masyarakat. Dari segi prosedur salah satu yang perlu dipenuhi adalah sosialisasi, sehingga draft resmi bisa segera disampaikan untuk disosialisasikan ke stakeholders termasuk DPR sebelum diajukan untuk dibahas di legeslatif.
2. Rekomendasi Substantial Draft RUU Sisdiknas
- Perlunya dijelaskan hasil analisis terkait kelemahan yang ada di UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas, sehingga mendukung rasionalisasi untuk dilaksanakan perubahan yang cukup mendasar dengan dibuatnya RUU Sisdiknas baru.
- Menghargai niat baik pemerintah yang tetap menekankan adanya tanggung jawab terhadap pendidikan nasional yang muncul di batang tubuh RUU Sisdiknas, namun secara substantif perlu adanya klarifikasi terkait adanya kesan liberalisasi, swastanisasi, dan lepas tanggung jawab. Salah satunya terkait definisi wajib belajar. Dalam UU Nomor 20 Tahun 2003 jelas bahwa pendidikan yang harus diikuti masyarakat atas tanggung jawab pemerintah, sementara itu di RUU Sisdiknas, frasa “tanggung jawab pemerintah” dihapuskan sehingga terkesan tidak konsisten antara rumusan definisi dan batang tubuh (karena di batang tubuh disebutkan adanya kewajiban pemerintah).
- Perlunya analisis kekuatan fiskal negara terkait suatu kebijakan salah satunya yang termuat dalam draft RUU Sisdiknas, terkait tunjangan yang akan diterima oleh semua guru meskipun belum tersertifikasi.
- Perlunya konsistensi istilah antara di pasal-pasal batang tubuh RUU Sisdiknas dan aturan peralihan, seperti istilah tunjangan dengan penggajian/pengupahan, sehingga tetap memandang pekerjaan guru sebagai sebuah profesi yang berbeda dengan profesi lainnya.
- Materi Muatan RUU Sisdiknas seyogyanya mengandung asas: a. pengayoman; b. kemanusiaan; c. kebangsaan; d. kekeluargaan; e. kenusantaraan; f. bhinneka tunggal ika; g. keadilan; h. kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan; i. ketertiban dan kepastian hukum; dan/atau j. keseimbangan, keserasian, dan keselarasan. (Pasal 6 UU Nomor 12 Tahun 2011).